Beberapa Algoritma Untuk Penentuan Klorofil di Perairan Untuk Sensor Modis

S ebelum membahas menganai algoritma untuk mengetahui konentrasi korofil, maka sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai klasifikasi perairan berdasarkan pembentuk warna perairan. Berdasarkan materi pembentuk warna perairan, maka perairan dibagi menjadi dua (case), yakni (Susilo dan Gaol, 2008):
1) Case I, merupakan daerah perairan lepas pantai, komponen utama yang mempengaruhi sifat optik/biooptik air laut adalah pigmen-pigmen fitoplankton (khusunya klorofil-a);
2) Case II, merupakan daerah pesisir, maka sifat optik ait laut kemungkinan besar disominasi oleh bahan sedimen (suspended material) dan material organik (yellow substances).
Gambar ? Konsep perairan Case-1 dan Case-2 (IOCCG, 2000)
Ada beberapa algoritma yang umum digunakan untuk mengektrak nilai klorofil perairan dari citra satelit, dalam hal ini citra satelit MODIS. Algoritma tersebut antara lain:
1. Algoritma Carder, 1999

Algoritma OC3M termasuk algoritma semianalitik (semianalytic algorithm), yaitu algoritma yang mengkombinasikan model teoritis dari Rrs yang bergantung pada hamburan-balik (backscatter) dan penyerapan (absorpsi) dengan formula empirik yang menjelaskan hamburan-balik (backscatter) dan penyerapan (absorpsi) bergantung pada CDOM dan pigmen fitoplankton. Algoritma Carder menggunakan bentuk dari rasio Rrs, dimana Rrs (λ) dikembangkan untuk melihat kontribusi hamburan dan penyerapan dari daerah pemilihan yang berbeda. Berikut adalah persamaan dari algoritma Carder:
Dalam algoritma Carder, absorpsi dibagi tiga yakni kontribusi dari air laut jernih (aw), fitoplankton (aΦ) dan CDOM (aCDOM); banckscatter (hamburan-balik) dibagi menjadi dua, yakni kontribusi dari air laut jernih (bbw), partikel(bbp) dan CDOM (bCDOM) . Carder et al. (1999) menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel bervariasi berdasarkan musim dan daerah, menjadi semakin besar jika berdekatan dengan mulut sungai utama.
Algoritma semianalitik memiliki dua input tambahan, yakni SST (Se Surface Temperature) dan NDT (Nitrate Depletion Temperature). Menurut Carder et al. (1999) NDT adalah suhu dekat permukaan yang mana nitrat di permukaan tidak dapat lai dideteksi. Saat SST melebihi NDT, maka perairan akan miskin nutrien da ini ditandai dengan pertumuhan cell fitoplankton yang kecil dengan pigmen yang tidak terbungkus, begitu pula sebaliknya. Hubungan antara SST dan NDT digunakan untuk mengklasifikasikan lautan kedalam tiga region bio-optik: (1) region hangat termasuk tropis, subtropis dan perairan musim panas dengan klorofil yang tidak terbungkus pada setiap cell (unpackaged); (2) region transisi; (3) region dingin, terdiri dari lintang tinggi dan daerah upwelling dimana fitoplankton yang terdiri dari diatom yang tumbuh cepat dengan klorofil yang terbungkus (packaged).Untuk daerah rendah dan khususnya lintang tinggi, klasifikasi ini menyedikan koreksi yang penting untuk estimasi empirik kandungan klorofil (Martin, 2004).
Dari klasifikasi SST dan NDT, serta perbedaan regional dari properti daerah pemilihan hamburan dan penyerapan, lautan dibagi ke dalam daerah geografis yang berbeda. Untuk mengukura Rrs, konsentrasi pemilihan dari masing-masing daerah dijelaskan dengan multi persamaan dan multi ketidaktahuan. Input terrnasuk MODIS-derived SST, NDT regional dan radiasi dari 412, 443, 488, 531 dan 551 nm; keluaran yang dihasilkan termasuk konsentrasi klorofil-a, penyerapan radiasi (absorbed radiation) oleh fitoplankton (ARP), 400-nm penyerapan CDOM aCDOM (400) dan 675-nm penyerapan fitoplankton aΦ (675). Untuk kedua terakhir, ada formula untuk memperbesar aCDOM dan aΦ berseberangan keseluruhan spektrum visible. Total daerah ini adalah total absorpsi aT (λ), sehingga radiasi visibel yang diserap di kolom perairan dapat diturunkan. Variasi komponen dari absorpsi selanjutnya dapat diubah menjadi konsentrasi hasil dari fitoplankton dan CDOM (Martin, 2004).
Cara kerja algoritma Carder adalah memasukan nilai Rrs(λ) sistem pemrosesan data MODIS ke dalama model, inversi model, kemudisn menghitung (estimasi) konsentrasi klorofil-a. Jika algoritma Carde tersebut tidak menghasilkan nilai terhadap aΦ (675) yang berarti Rrs (412) rendah pada perairan eutrophic, maka Carder et al. (1999) menggunakan persamaan berikut untuk menghitung konsentrasi klorofil:
Dimana r35 = Rrs (488) / Rrs (551), c0, c1, c2, dan c3 merupakan konstanta yang diturunkan secara empirik. Bilamana algoritma Carder menghasilkan nilai aΦ (675) diantara 0,015 – 0,03/m, maka konsentrasi klorofil-a dihitung dengan formula berikut:
Dimana [CHL]sa merupakan nilai yang diturunkan secara empirik dan [CHL]sa merupakan nilai yang diturunkan secara empirik dengan faktor pemberat w = [0,03 - aΦ (675] / 0,015.
Algoritma Carder cocok untuk mengektrak konsentrasi klorofil perairan Case II dari citra MODIS, karena algoritma Carder mempertimbangkan perbedaan lokasi pengambilan data. Berdasarakan penelitian Smyth (2002) yang membandingkan konsentrasi klorofil berdasarkan data in situ dan algoritma OC4 dan Carder menunjukkan algoritma Carder memberikan model yang paling akurat dalam memperkirakan konsentrasi klorofil. Dimana algoritma Carder menunjukkan nilai yang lebih dekat pengukuran in situ untuk nilai konsentrasi klorofil tertinggi (> 1 mg/m3) dan terendah (<1 mg/m3).
2. Algoritma OC4v4 (Ocean Chlorophyll 4-bands)

Algoritma OC3M termasuk algoritma empirik (emphirical algorithm). Algoritma OC4v4 merupakan hubungan antara rasio band dan klorofil menggunaka fungsi polinomial, tetapi algoritma ini berbasaikan rasio band maksimum yang didefinisikan sebagai rasio tertinggi (Rmax) anatra Rrs(443)/Rrs(555), Rrs(490)/Rrs(555), dan Rrs(510)/Rrs(555) kedalam persamaan dengan ordo 4. Dimana nilai R adalah log10 (Rmax). Berikut adalah persamaan dari algoritma OC4v4 dimana CHL adalah konsentrasi klorofil:
dimana R = Rmax
Namun dalam pengaplikasiannya hasil perhitungan klorofil dengan menggunakan algoritma OC4v4 sering kali lebih dari (overestimating) dengan hasil pengukuran in situ Chl-a (Kampel et al, 2009). Berdasarkan studi yang dilakukan Martin (2004) menunjukkan bahwa meninkannya nilai Rrs maka nilai Klorofil akan menurut. Diduga untuk nilai klorofil yang rendah, rasio-443 yang mendominasi, untuk nilai klorofil sedang rasio-490 yang mendominasi, sedangkan untuk nilai klorofil yang besar maka rasio-510 yang mendominasi. Selain itu beberapa studi menyebutkan algoritma OC4v4 dianggap gagal dalam menentukan konsentrasi klorofil untuk perairan Case II (perairan yang dipengaruhi material organik dan padatan tersuspensi).
3. Algoritma OC3M (Ocean Chlorophyll 3-bands)

Algoritma OC3M termasuk algoritma empirik (emphirical algorithm). Algoritma OC3M merupakan hubungan antara rasio band dan klorofil menggunaka fungsi polinomial, tetapi algoritma ini berbasaikan rasio band maksimum yang didefinisikan sebagai rasio tertinggi (Rmax) anatra Rrs(443)/Rrs(550), dan Rrs(490)/Rrs(550) kedalam persamaan dengan ordo 4. Dimana nilai R adalah log10 (Rmax). Berikut adalah persamaan dari algoritma OC3M dimana C adalah konsentrasi klorofil:
dimana R = Rmax
Namun dalam pengaplikasiannya hasil perhitungan klorofil dengan menggunakan algoritma OC3M sering kali lebih dari (overestimating) dengan hasil pengukuran in situ Chl-a (Weghorst, 2008). Selain itu algoritma OC3M juga kurang dari (underestimating) hasil pengukuran in situ Chl-a untuk konsentrasi di bawah 1 mg/m-3 dan berlebih (overestimating) untuk nilai yang lebh besar lagi (Martin, 2004). Selain itu beberapa studi menyebutkan algoritma OC3M dianggap gagal dalam menentukan konsentrasi klorofil untuk perairan Case II (perairan yang dipengaruhi material organik dan padatan tersuspensi).

0 komentar:

Posting Komentar

Beri Komentar Anda